Rabu, 10 Oktober 2012

THE FLOWERS OF WAR:ARTI PENGORBANAN SEJATI DI TENGAH PERPERANGAN


Pasca Jepang merebut kota Shanghai di tahun 1937, mereka kemudian melebarkan jajahannya ke wilayah Nanking dengan membunuh semua penduduk yang ada di lokasi tersebut. Di tengah konflik yang kian memanas itu, seorang petugas pemakaman bernama John Miller (Christian Bale), terjebak di sebuah gereja Katolik bersama para biarawati belia yang mencoba berlindung dari ancaman tentara Jepang.

Sesuai perjanjian perang kedua negara, gereja Katolik tersebut diketahui sebagai lokasi yang netral dari situasi konflik. Oleh sebab itu, banyak penduduk sipil yang berusaha berlindung ke dalam gereja termasuk para pelacur yang ada di wilayah Nanking. Melihat keadaan tersebut, sosok John yang cuek mulai memanfaatkan keadaan dengan mengambil harta benda yang ada di dalam gereja, sekaligus menyewa jasa salah satu pelacur seksi bernama Yu Mo (Ni ni).

George (Tianyuan Huang) selaku pembimbing para biarawati, pada awalnya tidak suka dengan sikap cuek John. Namun karena John berasal dari negara Barat yang tidak bisa disentuh oleh tentara Jepang, George pun berusaha menahan diri lantaran dianggap bisa menjadi solusi untuk keluar dari kota Nanking. Ketika tentara Jepang melanggar janji dengan menerobos gereja dan berusaha memperkosa para biarawati, John akhirnya merasa terpanggil untuk berani mengambil resiko terbunuh demi menyelematkan mereka.

Film The Flowers of War yang memiliki judul asli Jin Líng Shí San Chai ini, diadaptasi dari novel laris karya Gelin Yang, mengenai tragedi Nanking yang diketahui sebagai peristiwa paling memilukan di sejarah negara China pada abad ke-20. Menurut fakta sejarah, tragedi Nanking memakan korban jiwa sebanyak 300 ribu orang dan 80 ribu wanita di perkosa. Melihat fakta mengerikan tersebut, maka tak heran jika film The Flowers of War menampilkan banyak sekali adegan-adegan yang tergolong sangat sadis, mulai dari pembunuhan hingga perkosaaan.

Meskipun film ini menawarkan suasana yang sangat menegangkan dan memilukan, namun dalam perjalanan kisahnya layar lebar ini justru banyak memberikan pesan mengenai makna arti sebuah pengorbanan dan kehormatan sebagai umat manusia yang bernegara. Hal itu diwujudkan lewat karakter John Miller, mayor Li (Tong Dawei), Meng (Kefan Cao), Shujuan Meng (Xinyi Zhang), George, dan Yu Mo, yang saling bahu membahu meskipun diantara mereka bisa saja menyelamatkan diri tanpa perdulikan orang lain.

Yang menarik adalah, sekelompok pelacur yang tadinya dianggap mengotori kesucian gereja dan dipandang sebelah mata karena selalu mengutamakan materi, di film ini mereka justru menjadi juru kunci demi keselamatan para biarawati dan John Miller. Meskipun kesan dari film ini sudah sangat mencekam dan menegangkan, namun naskah dari film tersebut tidaklah sesuai dengan kenyataannya. Karena tidak ada yang selamat dari wilayah Nanking atau bisa keluar dari kawasan tersebut dengan keadaan bernyawa.

Dengan karakter John Miller yang ada di tengah konflik antara negara China dan Jepang, tentunya film tersebut mengandung tiga bahasa yang berbeda. Dialog dalam bahasa Inggris, China, dan Jepang di film ini dipastikan tetap bisa dipahami dengan bantuan teks terjemahan yang ada di layar bioskop.

Secara keseluruhan, film garapan sutradara Hero (2002) Yimou Zhang, sangatlah menarik untuk disimak karena dinilai bisa menumbuhkan rasa nasionalisme dan rasa kemanusiaan antar sesama, maupun dengan pihak lain yang berbeda. Film ini seakan berkata, 'Perang bukanlah sebuah solusi karena kedua pihak yang bersengketa pada akhirnya tetap akan kalah'.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar